GEYER - Para petugas pemadam kebakaran sering menjadi jarang selama musim ini. Api lagi di dusun Keceme RT 3 RW 1 Desa Suru, Geyer, Grobogan. Omahe Narti (65), mendapatkan seorang petugas pemadam kebakaran, Selasa (10/10/2018) sekitar pukul 18.30. Tidak ada korban jiwa, tetapi biayanya sekitar Rp 120 juta.
Berdasarkan carito yang dikumpulkan oleh Tim Purwodadihits, Kobongan pertama kali dikandung oleh para tunawisma. Ketika dia memasak di dapur, tiba-tiba dia melihat api membakar di bagian atas rumahnya. Melihat hal seperti itu, korban mencoba membunuh api dengan menyiram air di sekitar, tetapi apinya lebih besar. "Ketika saya melihat api, saya segera mencoba menyiram gen," kata Narti kepada polisi.
Upaya korban sia-sia, api semakin besar. Karena api tidak mati, mereka berteriak minta tolong. "Aku hanya berteriak ke tetangga untuk membantu," akunya.
Teriakan korban terdengar oleh tetangga. Beberapa lingkungan datang ke garis depan untuk membunuh api. "Setelah mendengarkan suara Mbah Narti, saya pergi langsung ke yang lain dengan teman-teman lain, dan selain mencoba menyirami api, kota juga berusaha menyelamatkan Mbah Narti di rumah," kata Agus Riyanto (40).
Perang mencoba menyiram api di udara, karena suara rumah dan rumah terbuat dari bahan yang mudah membakar api dengan cepat untuk memadamkan seluruh rumah. "Tidak ada korban ditemukan di api, yang mengakibatkan kerugian Rp 120 juta," kata kepala Unit Investigasi Kriminal di Polisi Grobogan, AKP Maryoto.
Selanjutnya, dari pengamatan, kebakaran yang terjadi di Grobogan karena kenakalan atau kelalaian kobaran api. Oleh karena itu, selama periode ini, ia memberikan sebuah memoar kepada ksatria ketika ia membakar setiap saat. "Selain itu, kami juga meminta listrik di garis depan dan tidak bisa ditumpuk karena bisa membuat konser, yang bisa menimbulkan kebakaran," tambahnya.
Dikatakan bahwa musim kering dan angin berangin ini dapat menyebabkan berbagai jenis bencana, selain api, kepiting ini sering terjadi. "Karena itu, kami meminta masyarakat untuk selalu memahami musibah yang tidak dapat diatasi," katanya.
Berdasarkan carito yang dikumpulkan oleh Tim Purwodadihits, Kobongan pertama kali dikandung oleh para tunawisma. Ketika dia memasak di dapur, tiba-tiba dia melihat api membakar di bagian atas rumahnya. Melihat hal seperti itu, korban mencoba membunuh api dengan menyiram air di sekitar, tetapi apinya lebih besar. "Ketika saya melihat api, saya segera mencoba menyiram gen," kata Narti kepada polisi.
Upaya korban sia-sia, api semakin besar. Karena api tidak mati, mereka berteriak minta tolong. "Aku hanya berteriak ke tetangga untuk membantu," akunya.
Teriakan korban terdengar oleh tetangga. Beberapa lingkungan datang ke garis depan untuk membunuh api. "Setelah mendengarkan suara Mbah Narti, saya pergi langsung ke yang lain dengan teman-teman lain, dan selain mencoba menyirami api, kota juga berusaha menyelamatkan Mbah Narti di rumah," kata Agus Riyanto (40).
Perang mencoba menyiram api di udara, karena suara rumah dan rumah terbuat dari bahan yang mudah membakar api dengan cepat untuk memadamkan seluruh rumah. "Tidak ada korban ditemukan di api, yang mengakibatkan kerugian Rp 120 juta," kata kepala Unit Investigasi Kriminal di Polisi Grobogan, AKP Maryoto.
Selanjutnya, dari pengamatan, kebakaran yang terjadi di Grobogan karena kenakalan atau kelalaian kobaran api. Oleh karena itu, selama periode ini, ia memberikan sebuah memoar kepada ksatria ketika ia membakar setiap saat. "Selain itu, kami juga meminta listrik di garis depan dan tidak bisa ditumpuk karena bisa membuat konser, yang bisa menimbulkan kebakaran," tambahnya.
Dikatakan bahwa musim kering dan angin berangin ini dapat menyebabkan berbagai jenis bencana, selain api, kepiting ini sering terjadi. "Karena itu, kami meminta masyarakat untuk selalu memahami musibah yang tidak dapat diatasi," katanya.
MUSIM KEMARAU SERING TERJADI KEBAKARAN, API MUNCUL DARI ATAP RUMAH
Reviewed by Redaksi
on
October 10, 2018
Rating:
Reviewed by Redaksi
on
October 10, 2018
Rating:
No comments: